Kamis, 12 Februari 2015

Wah, Semasa Hidup Jobs Larang Anak Bungsunya Punya iPad


ANDA tentu tahu Steve Jobs. Itu, pendiri Apple, yang sangat terkenal dan sekarang sudah tiada. Salah satu penemuan Jobs yang dahsyat adalah iPad. Tapi tahukah Anda, kalau ternyata Jobs sewaktu hidupnya tidak pernah mengizinkan anaknya sendiri untuk bermain iPads. Duh, kenapa ya?

Ketika iPad sukses pada tahun 2010, menurut kolumnis Nick Bilton dari New York Times ingat Jobs mengatakan bahwa putri bungsunya tidak diperbolehkan untuk memiliki satupun iPad. Saat itu padahal anak bungsunya sudah berumur 12 tahun.

Di meja makan di dapur mereka, Jobs lebih banyak membahas buku dan sejarah. “Kami membatasi berapa banyak teknologi anak-anak kami gunakan di rumah,” ujar Jobs.

Di tempat lain, Chris Anderson, CEO dari 3D Robotika disebut ‘fasis’ oleh anak-anaknya sendiri karena tidak mengizinkan mereka bersentuhan dengan gadget zaman sekarang. “Kami telah melihat bahaya teknologi di tangan pertama …” ujarnya beralasan.

Yang menarik, di Facebook sekarang ini tengah ramai grup “Hits from 80’s & 90’s” yang menyatakan bahwa masa kecil indah itu dikarenakan sedikitnya gadget yang digunakan oleh anak-anak. [sa/islampos/e247]

Kamis, 21 Maret 2013

PERANG UHUD

Perang Uhud terjadi pada pertengahan Sya’ban tahun 3 H. Bertepatan dengan bulan Januari 625 M. Peperangan ini terjadi di kaki gunung Uhud yang terletak 3 km dari kota Madinah.
Kekalahan pasukan Quraisy dalam perang Badar menimbulkan dendam terhadap kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk mengadakan pembalasan. Agar kekalahan dalam perang Badar tidak terulang lagi, kafir Quraisy mempersiapkan pembekalan yang besar.
Abu Sufyan mengumpulkan 3000 pasukan khusus dan pilihan yang terdiri dari orang-orang Quraisy, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Al Harits, Bani Al Haun, dan Bani Al Mustaliq. Setelah Rasulullah Saw mendengar bala tentara kafir Quraisy telah berangkat dari Mekkah menuju Madinah, bermusyawarahlah belaiu dengan para sahabat membicarakan tindakan apa yang harus diambil .
Adapula yang mengusulkan pada Nabi Muhammad Saw. Agar kaum muslimin keluar untuk menghadapi musuh diluar kota Madinah. Ada pula beberapa sahabat yang mengusulkan agar kaum muslimin jangan keluar dari kota Madinah, tetapi bertahan saja dalam kota, dan mengadakan perlawanan dan pembelaan dari rumah-rumah dan lorong-lorong kota.
Akhirnya disepakati untuk menghadapi musuh di luar kota Madinah. 1000 pasukan Islam berangkat untuk menghadapi pasukan kafir Quraisy. Baru saja berangkat, seorang munafik yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salul beserta 300 pengikutnya keluar dari pasukan Islam.

Strategi perang Uhud.
Nabi Muhammad Saw. Beserta 700 pasukan muslim sampai ke bukit Uhud, lalu mengatur strateginya, yaitu; 50 pasukan khusus pemanah dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair ditempatkan di atas bukit untuk menutup jalan pasukan berkuda kafir Quraisy. Rasululah Saw. Berpesan kepada pasukan pemanah tersebut;” Hujanilah pasukan berkuda mereka dengan panah. Jangan sampai mereka dapat menyerang kita dari belakang. Apapun yang terjadi, kita menang atau kalah, tetataplah berada di tempat kalian.” Dan beliau berpesan lagi kepada seluruh pasukan kaum muslimin, “ Tidak seorang pun diperbolehkan memulai peperangan kecuali ada perintah dariku.: Setelah itu beliau mengenakan dua baju perang lalu menyerahkan bendera pasukan kepada Mus’ab bin Umair Ra. Adapun Pasukan Islam yang lain, ditempatkan dibawah bukit.

Perang Tanding antara pasukan Islam dengan kafir Quraisy
Pertempuran dimulai dengan perang tanding terlebih dahulu yang menjadi sebuah adat kebiasaan masyarakat Jahiliyyah dalam bertempur. Maka, dari pihak kafir keluarlah 1) Talhah ibnu Abi Tahah, sedang dari muslimin keluarlah Ali bin Abi Thalib untuk melawannya. Maka Talhah pun tewas seketika. Lalu tampilah 2) Usman, sedang dari kaum muslimin keluarlah Hamzah bin Abdul Mutholib, maka Usman pun juga tewas. Lalu tampilah 3) As’ad saudara Talhah dan Usman, lalu ditewaskan oleh Ali bin Abi Thalib. Kemudian tampil lagi saudaranya yang keempat, yaitu 4) Musami, juga tewas.

Perlombaan dikalangan anak-anak
Rasulullah Saw melarang sejumlah anak-anak untuk ikut dalam perang Uhud, karena usia mereka masih terlalu muda, Rasulullah Saw jua melarang Rafi’ bin Khudaij dan Samurah bin Jundub, karena kduanya masih berusia 15 tahun. Akhirnya ayah Rafi’ mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, “ Wahai Rasulullah Saw, anakku Rafi’ ini ahli dalam memanah.” Maka Rasulullah Saw membolehkan dia ikut perang.
Ketika Rasulullah Saw melarang Samurah bin Jundub ikut berperang, Samurah berkata,” Wahai Rasulullah Saw, engkau melarangku dan membolehkan Rafi’? Sungguh jika aku bergulat dengannya maka aku akan mengalahkannaya.” Maka Rasulullah Saw memerintahkan keduanya untuk bergulat, dan dimenangkan oleh samurah sehingga ia diperbolehkan ikut dalam perang Uhud.
Berlangsungnya Perang

Dua kubu berhadapan, keduanya saling mendekat. Hindun binti Utbah memimpin para wanita Quraisy menabuh genderang seraya memberikan semangat kepada para laki-laki.
Perangpun dimulai. Denting pedang terdengar dimana-mana. Abu Dujanah, yang mendapatkan pedang dari Rasulullah Saw dan berjanji akan menggunakan pedang dari pedang tersebut sebaik-baiknya. Berkelebat kesana-kemari tak terkendali, setiap musuh yang ditemuinya pasti mati dipedangnya.
Hamzah bin Abdul Mutholib tidak kalah ganasnya, ia mengibaskan pedangnya akesana-kemari. Banyak musuh yang telah terbunuh ditangannya, termasuk sebagian besar pasukan Quraisy. Akan tetapi di pihak lain, seorang budak hitam milik Jubair bin Muth’im yang biasa di panggil Wahsy sedang mengincarnya dengan tombak. Wahsyi adalah budak hitam yang ahli melempar tombak. Jubair menjanjikan kepadanya, jika ia berhasil membunuh Hamzah maka ia akan merdeka. Jubair sangat mendendam kepada Hamzah karena pamannya yang bernama Thu’aimah telah dibunuhnya pada perang badar. Begitu juga Hindun istri Abu Sufyan, memberikan semangat kepada Wahsyi untuk membunuh Hamzah sebagai pelampiasan kekesalannya.
Ketika Hamzah sedang berdiri sendirian karena musuh-musuhnya enggan mendekat, Wahsyi melemparkan tombaknya, dan tepat mngenai sasaran, hingga Hamzah jatuh dan meninggal sebagai syahid.
Mus’ab bin Umair berperang habis-habisan untuk melindungi rasulullah Saw hingga iapun terbunuh sebagai syahid. Kaum muslimin mendapatkan cobaan yang amat besar dalam perang ini.
Tidak lama kemudian, terjadilah perang yang sebenarnya. Pasukan muslim dapat membuat sebagian pasukan kafir Quraisy kocar-kacir. Namun, setelah sebagian kaum muslimin melihat tanda-tanda kemenangan tersebut, pasukan muslim mulai mengumpulkan harta rampasan dari tentara Quraisy yang tewas dan melarikan diri dari medan perang.
Pasukan pemanah yang ditempatkan di atas bukit, ikut pula untuk mengumpulkan harta rampasan. Akibatnya pasukan berkuda kafir Quraisy yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, segera mengambil alih tempat yang ditinggalkan pasukan Islam diatas bukit. Pasukan kafir Quraisy yang berada di bawah bukit melakukan serangan kilat. Maka, pasukan Islam terjepit.
Terdengar seruan bahwa Rasulullah Saw telah terbunuh, sehingga pasukan Islam tidak mempunyai pegangan. Rasulullah Saw yang telah diisukan terbunuh, sedang menghadapi kafir Quraisy. Tiba-tiba seorang kafir Quraisy yang bernama Ubay bin Khalaf dengan pedang terhunus mencoba untuk membunuh Rasulullah Saw. Beliau segera mempertahankan diri dengan menghujamkan pedangnya ke tubuh Ubay bin Khalaf hingga tewas. Dia merupakan orang pertama dan terakhir tewas ditangan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. Mendapat luka-luka dikening, graham dan gigi beliau patah
Dalam peperangan ini dari kaum muslimin telah gugur sebagai syuhada’ sebanyak 70 orang, diantaranya ialah Hamzah, paman Rasulullah Saw. Kemudian Hindun putri Utbah yang dibunuh Hamzah dalam peperangan Badar dan istri Abu Sufyan ini, lalu mengambil mayat Hamzah dan ia potong-potong kemudian dibelah dadanya kemudian dikeluarkan hatinya akan ditelannya

FUNGSI AQIDAH ISLAM


Apa yang biasanya dilakukan orang ketika mau masuk rumah? Tentu saja adalah membuka kuncinya terlebih dahulu. Tidak mungkin orang mau masuk rumah lewat genting atau membedah tembok, ini namanya maling/pencuri. Oleh karena itu, kita membutuhkan kunci agar dapat masuk rumah. Tentu saja kunci yang cocok, karena jenis kunci bermacam – macam, kita harus mencari yang tepat.
Begitu pula untuk masuk Dinul (agama) islam. Kita harus memiliki kunci untuk masuk islam. Lalu kuncinya apa? Sangat mudah yaitu dengan melafalkan kalimat syahadatain. Itulah kuncinya. Untuk menjadi muslim, kalimat syahadat itu menjadi pembuka. Namun bukan sekedar melafalkan dalam lisan saja, juga harus diikuti melaksanakan konsekuensi dari perkataan yang dibaca tersebut.
Selain menjadi syarat masuk islam, kalimat syahadat itulah juga menjadi syarat masuk surga, sebagaimana hadist yang disampaikan oleh rasulullah SAW,
مَنْ قَلَ لَاِا لَهَ اِللهُ دَ خَلَ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَا نَ مِنَ الْعَمَلِ
“ Siapa yang menyatakan bahwa tiada tuhan selain Allah niscaya dia akan masuk surga sesuai dengan amalnya”
MELAFALKAN DAM MENULISKAN KALIMAT SYAHADATAIN

اَ شْهَدُ اَنْ لَّااِلَهَ اِلَّا الله
Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah
وَ اَ شْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدَ ارَّ سُوْ لُ اللَه

Dan Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah).

MAKNA KALIMAT SYAHADATAIN
MAKNA ASYHADU
Kata asyahdu yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
a. Pernyataan / Ikrar (al-I’laan atau al-Iqroor)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan - bukan hanya mengucapkan - kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.
b. Sumpah (al-Qossam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah - suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko apapun - bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
c. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci,sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah.

MAKNA KALIMAT SYAHADATAIN
Kalimat syahadatain memuat makna yang begitu dalam seperti yang dijelaskan berikut ini:
a. kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”.
Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah”(al-Hadist).
Maka sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar , bukan hanya melisankan - adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu hidup aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah Sebagaimana Dia berfirman dalam al-Qur’an:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).

b. kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah didalam islam.

PENTINGYA KALIMAT SYAHADATAIN

Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah…..
(QS47:19)
Saudaraku, Jumlah umat Islam kini sangat banyak. Sebagian besar mereka terkategorikan sebagai Islam keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Namun demikian, jumlah yang banyak tidak berimbang dengan pemahamannya kepada Islam secara benar dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain). Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha Illallahdan Muhammadun Rasulullah. Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislamam seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan. Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekedar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekedar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqod)dalam hati.

Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
a. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah (sempurna). Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.

b. Intisari doktrin Islam (Khulasoh ta’aliimil Islam)
Pemahaman seorang muslim terhadap islam bergantung kepada pemahaman para syahadatain. Seluruh ajaran islam terdapat dalam dua kalimat syahadat ini. Ada tiga hal prinsip syahadatain.
- Pernyataan Laa ilaha illa allah merupakan penerimaan penghambaan atau ibadah kepada allah swt saja.

- Menyebut Muhammad Rasulullah SAW merupakan dasar penerimaan cara penghambaan itu dari muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah teladan kita dan mengikuti dalam hal sistem atau aturan allah SWT.


- Penghambaan kepada allah meliputi seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan masyarakat.

c. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazzuluumati ilannuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang.
Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa Rasulullah dan para shahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh

d. Hakikat Da’wah para Rasul (Haqiqotud Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak Adam AS sampai Muhammad SAW, berda’wah dengan misi yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thogut itu” (QS 16:36)

e. Keutamaan yang Besar (Fadhooilul ‘Azhim)
Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka

5. Dampak syahadatain bagi kehidupan
Apa yang kita dapatkan dari berbagai kisah yang dialami para sahabat, seperti Bilal Bin Rabbah, Mushab Bin Umair, Amar Bin Yassir, Sumayyah. Tentu saja perjuangan dalam mengamalkan kalimat syahadat. Perjuangan agar hati mereka tetap teguh dalam keimanan kepada Allah SWT, teguh dalam melaksanakan perintah Rasulullah SAW.
Bila kalimat syahadatain dipahami secara benar tentu akan memberikan dampak yang positif kepada setiap pribadi muslim. Sebagai dampak syahadatain, tiga unsur pokok yang dimiliki manusia yaitu, hati, akal dan jasad akan mendapatkan celupan (sibghah) dari Allah SWT. Jadi, ketiga unsur tersebut akan tercelup/terwarnai dengan keimanan yang jauh dari kemusyrikan.

“ Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah” ( Q.S AL Baqarah :138)
Misalnya, dari seorang muslim yang benar – benar memahami dua kalimat syahadat dan konsekuensi dari ikrarnya itu, bila menjadi seorang pedagang, maka ia akan berjual beli sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, tidak curang, mengurangi timbangan dan sebainya.

Selasa, 25 September 2012

Tarbiyah, jalan menuju perubahan


oleh Cahyadi Takariawan

Akhir-akhir ini saya sering diminta mengisi sesi Sekolah Murabbi yang diadakan para aktivis dakwah di berbagai tempat. Sebuah program yang sangat strategis untuk membentuk kepribadian, pengetahuan, ketrampilan para murabbi yang akan diterjunkan melakukan proses pembinaan (tarbiyah) di tengah masyarakat. Sebenarnya, siapakah murabbi, dan apakah tarbiyah itu?

Murabbi atau pembina adalah sosok pribadi yang melaksanakan kegiatan tarbiyah, yaitu membina, membimbing, mendidik satu atau beberapa kelompok kader, yang mengarahkan para kader tersebut menuju kepada sejumlah tujuan yang telah ditentukan. Setiap kelompok, terdiri dari beberapa orang binaan, bisa lima orang, sepuluh atau bahkan limapuluh dan seratus orang. Mereka memiliki suatu ikatan dalam sebuah tatanan, yang memiliki tujuan bersama.

Dalam sebuah kegiatan pembinaan (tarbiyah), ada interaksi aktif dan positif antara seorang pembina dengan para anggota binaannya. Ciri kegiatan pembinaan yang dimaksud adalah, (a) merupakan aktivitas sebuah jama’ah (b) memiliki tujuan yang terdefinisikan (c) memiliki sistem yang jelas, baik dalam aspek kurikulum, metoda pembinaan, tahapan, penilaian, evaluasi dan promosi (d) ada interaksi timbal balik yang sangat dekat dan mempribadi antara pembina dengan peserta dan antara sesama peserta, yang sesuai dengan tujuan pembinaan (e) pertemuan bersifat rutin dengan kegiatan yang variatif.

Keseluruhan atau sebagian ciri-ciri tersebut tidak dijumpai dalam sebuah acara tabligh akbar atau kegiatan dakwah ‘amah lainnyaIkatan yang terjadi di dalam sebuah proses pembinaan (tarbiyah) adalah ikatan kejama’ahan, ikatan tujuan, ikatan sistem, selain juga ada ikatan emosional, ikatan moral dan ikatan keilmuan.



Tarbiyah adalah Transformasi

Dalam sebuah proses pembinaan, ada empat transformasi yang terjadi sekaligus. Pertama, transformasi spiritual. Kedua, transformasi moral. Ketiga, transformasi intelektual. Keempat, transformasi amal. Keseluruhan transformasi ini harus taerjadi dalam suatu proses yang bersamaan untuk mendapatkan hasil pembinaan yang optimal seperti yang diharapkan.

Cobalah bandingkan dengan interaksi yang terjadi di lembaga pendidikan formal dewasa ini. Banyak lembaga pendidikan yang semata-mata melakukan transformasi intelektual dan menafikan tiga transformasi lainnya. Di kelas terjadi interaksi searah antara dosen atau guru dengan mahasiswa atau murid. Dosen mengajarkan mata kuliah, mahasiswa mengikuti kuliah. Guru memberi pelajaran, murid mendengarkan dan (sesekali waktu) bertanya.

Dalam konteks industri pendidikan, telah terjadi semacam proses jual beli atau bisnis, yang –sedemikian rupa kondisinya, sehingga meniadakan interaksi kemanusiaan di dalamnya. Tak heran jika para pengamat pendidikan mengkritisi kondisi industrialisasi pendidikan tersebut sebagai sesuatu yang berdampak dehumanisasi. Paulo Freire, misalnya, ia mengembangkan wacana pendidikan yang humanis, ungkapan antagonistik dari sistem pendidikan dominasi dan dehumanisasi.

Pendidikan Adalah Pemberdayaan

Dalam pandangan Freire, salah satu perbedaan utama antara pendidikan sebagai sebuah kewajiban humanis dan liberal di satu sisi, dengan dominasi dan dehumanisasi di sisi yang lain, adalah bahwa dehumanisasi merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan, sedangkan humanisasi merupakan proses pemberdayaan masyarakat melalui ilmu pengetahuan. Dalam perspektif dakwah, yang dituntut dalam proses pembinaan tidak sekadar “humanis” (insaniyah), lebih dari itu haruslah berorientasi transenden (Rabbaniyah).

Dalam hubungannya dengan kesadaran manusia dan dunia, menurut Freire, pendidikan yang dilihat sebagai bentuk dominasi menganggap kesadaran manusia semata-mata merupakan wadah kosong yang harus diisi; sedangkan pendidikan sebagai sebuah proses pembebasan dan humanisasi memandang bahwa kesadaran itu sebagai suatu ‘hasrat’ (intention) terhadap dunia. Selanjutnya Freire menambahkan:

“Dengan mengasumsikan pendidikan sebagai proses dominasi, orang yang menguasai ilmu pengetahuan justru meniadakan prinsip kesadaran aktif. Pendidikan ini menjalankan praktik-praktik yang digunakan orang untuk ‘menjinakkan’ kesadaran manusia, mentransformasikannya ke dalam sebuah wadah kosong. Pendidikan budaya dalam dominasi ini diarahkan pada situasi dimana guru merupakan satu-satunya orang yang mengetahui dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik sebagai orang yang tidak tahui apa-apa”.

Dalam proses pembinaan, yang terjadi haruslah sebuah pemberdayaan yang aktif. Kendatipun ada kekuatan dominasi karena otoritas pembina, tetapi tidak boleh mengarah kepada prosesi pendidikan yang melakukan praktik “penghilangan kesadaran aktif” para peserta pembinaan. Dalam proses pembinaan kader, tak sekadar terjadi transformasi pengetahuan secara sepihak dan searah dari pembina kepada peserta atau binaan, akan tetapi terjadi proses pembelajaran bersama sebagai wujud kesadaran kosmopolis manusia terhadap Allah dan keberadaan mereka di alam.

Dalam bahasa Freire, pendidikan dan aksi budaya yang membebaskan, “merupakan proses yang otentik untuk mencari ilmu pengetahuan guna memenuhi hasrat keinginan peserta didik dan guru dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru”. Dalam konteks dakwah, interaksi yang terjadi pada proses pembinaan tidak boleh terkungkung hanya kepada upaya untuk menghafalkan teori-teori, atau mengumpulkan konsep-konsep, akan tetapi harus sampai kepada dataran pencarian-pencarian makna serta hakikat yang lebih mendalam untuk mendapatkan kebaruan: kebaruan iman, kebaruan semangat, kebaruan cita-cita.

Di sinilah pendidikan modern telah meninggalkan transformasi yang amat penting, yakni transformasi spiritual, moral dan amal. Satu-satunya yang terjadi hanyalah transmormasi intelektual. Dengan demikian, seorang sarjana lulusan sebuah perguruan tinggi, tidak dijamin memiliki kekokohan spiritualitas, kekuatan moral serta kebagusan amal, karena aspek-aspek tersebut memang tidak tertransformasikan di ruangan kuliah.



Transformasi Melalui Pribadi Murabbi

Amat berbeda kondisinya dengan kegiatan tarbiyah (pembinaan). Seorang pembina dalam sebuah prose pembinaan, mengelola berbagai macam kegiatan untuk melakukan berbagai tarnsformasi teraebut secara optimal. Dengan demikian, kader yang mengikuti kegiatan pembinaan akan tercerahkan secara spiritual, moral, intelektual namun juga memiliki kunggulan amal. Pembinaan tidak semata-mata transfer ilmu, namun juga mentransfer ruhiyah, semangat, komitmen, akhlaq, ibadah, juga kepribadian secara utuh.

Tatkala seorang pembina mendoakan kader yang dibina, yang tengah terjadi adalah transformasi spiritual. Dalam keheningan malam, seorang pembina bangun untuk shalat malam, dan dengan khusyuk munajat kepada Allah, menyebut nama-nama binaannya, mendoakan mereka. Tatkala melakukan mabit, sang pembina bersama para kader melakukan shalat malam bersama, membaca wirid dan dzikir, shalat shubuh berjama’ah , keseluruhannya adalah transformasi spiritual dalam pembinaan.

Ketika pembina berinteraksi dengan para kader dengan memberikan keteladanan perilaku, yang tengah terjadi adalah proses transformasi moral. Para kader melihat bahwa sang pembina tidak hanya berteori, tidak hanya menyampaikan sejumlah ajaran, akan tetapi ia tengah melaksanakan apa yang senantiasa diajarkan. Para kader melihat ketulusan, kesungguhan, keikhlasan sang pembina dalam berinteraksi dengan mereka. Inilah yang telah dilakukan oleh Rasiulullah saw tatkala membina para sahabat beliau. Rasul saw menghiasi akhlaq para sahabat dengan keindahan akhlaq beliau.

Pada saat pembina menyampaikan materi pelajaran sesuai kurikulum, atau mengajak berdiskusi, menyelenggarakan kajian ilmiah, telaah kitab, ataupun seminar keilmuan, yang terjadi adalah sebuah proses transformasi intelektiual. Tengah terjadi pengkayaan dan pencerahan wacana keilmuan, secara timbal balik. Setiap pembina akan terpacu untuk belajar secara optinal, untuk bisa menyampaikan sejumlah ilmu kpada para kader. Pada saat terjadi diskusi, semua pihak akan tercerahkan dengan berbagai ranah keilmuan.

Ketika para kader dilibatkan dalam berbagai aktivitas kebaikan, yang tengah berlangsung adalah sebuah transformasi amal. Pembina tidak sekedar memberikan ilmu konsepsional, tetapi sekaligus mengenalkan dengan realitas lapangan. Pembina dan para kader berada dalam lapangan amal di masyarakat dalam berbagai macam bentuknya. Dengan demikian, setiap peserta pembinaan tidak dibiasakan untuk hanya asyik dengan ranah keilmuan, akan tetapi mereka juga dibiasakan dengan asyik dalam beraktivitas.

Rabu, 19 September 2012

Menumbuhkan Percaya Diri


Percaya Diri, gampang diucapkan dan menjadi dambaan setiap insan didunia ini. Akan tetapi terkadang sulit untuk menumbuhkan rasa itu, pun oleh seorang yang mempunyai pengalaman dan kelebihan disana sini.
Rasa tidak percaya diri muncul ketika kita merasa ragu-ragu dalam melakukan suatu perbuatan atau tindakan. Kita merasa bahwa apa yang akan kita lakukan kurang baik dimata orang lain, atau kita merasa takut salah dalam melakukan sesuatu. Padahal kekhawatiran kita itu tidak mendasar.
Bisa jadi perasaan kita mengatakan apa yang kita lakukan kurang baik dimata orang lain, padahal baik dimata orang lain. Bila kita merasa benar, jangan ragu-ragu untuk melangkah. Bila apa yang kita lakukan benar tetapi caranya salah, mungkin itu bagian dari proses kehidupan yang mudah2an dapat mendewasakan kita, dapat mematangkan kita.
Tidak ada bayi yang lahir langsung bisa berlari, semua harus melalui tahapan-taapan di mana suatu saat kita akan sampai dipuncak. Kita takut gagal dalam melakukan sesuatu,padahal kegagalan sesungguhnya adalah tatkala kita tidak mau mencoba melakukan sesuatu.

Ada beberapa langkah untuk menumbuhkan percaya diri.
Pertama, Kita harus menyadari bahwa Allah SWT, menciptakan kita berkualitas unggul dan dalam kondisi terbaik. Dia berfirman, Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ( QS.At-tiin:4 ).
Kedua, belajar mensyukuri ni`mat yang Allh berikan kepada kita.Allah berfirman, Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya kami akan menambah ni`mat kepadamu ( QS.Ibrohim;7 ). Carilah ni`mat Allah yang telah diberikan kepada kita untuk kita syukuri, karena setiap ni`mat yang disyukuri akan mendatangkan ni`mat-ni`mat yang lain.

Ketiga, sering-seringlah membaca diri dengan bertanya kepada orang tua, atau bila perlu kepada psikolog untuk mengetahui potensi kemampuan diri.
Keempat, seringlah bertemu atau membaca biografi orang-orang sukses. Bertemu atau membaca kisah-kisah mereka akan menumbuhkan semangat. Semakin banyak input dari orang-orang yang berhasil bangkit dari keterpurukan Insya Allah akan melahirkan inspirasi bagi kita. Kita ambil contoh Rasulullah SAW, bagaimana seorang anak yatim piatu bisa menjadi seorang pengusaha sukses sekaligus pemimpin umat.

Kelima, mulai perbaiki pergaulan. Bergaul dengan orang-orang yang percaya diri akan berbeda dibandingkan dengan bergaul dengan orang-orang gagal. Bergaul dengan orang-orang yang percaya diri, niscaya semangatnya akan menular pada diri kita.Jadi, salah dalam memilih teman, salah dalam memilih pergaulan, sama artinya dengan salah dalam memompa kemampuan kita.

Keenam, do it now, lakukan sekarang juga. Setiap kali bertambah pengalaman, maka akan bertambah pula rasa pede kita. Berpidato misalnya, percaya diri akan meningkat ketika kita sudah mencobanya.
Terakhir, rasa percaya diri akan bertambah dengan memperbaiki ibadah dan memperbanyak doa. Ibadah akan mendatangkan pertolongan Allah. Semakin kokoh ibadah, maka akan semakin kuat doa dan keyakinan kita pada Allah.Sehingga, Allah pun pasti akan membukakan jalan keluar atas setiap masalah yang dihadapi.


Sumber : Tabloid MQ edisi januari 2004

Menilai sebuah kejujuran

KEJUJURAN adalah tanda bukti keimanan. Orang mukmin pasti jujur. Kalau tidak jujur, keimanannya sedang diserang penyakit munafik.
Suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah mungkin seorang mukmin itu kedekut?”
Baginda menjawab: “Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi: “Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?” Rasulullah SAW menjawab: “Mungkin saja.” Sahabat bertanya lagi: “Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak.” (HR Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa’)
Apa yang boleh dipelajari daripada hadis ini ialah seorang mukmin tidak mungkin melakukan pembohongan.
Kejujuran adalah pangkal semua perbuatan baik manusia. Tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuran.
Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar selalu berkata benar dan berlaku jujur. Ini diperintah oleh Allah melalui firman-Nya yang bermaksud:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang jujur dan benar. (al-Ahzab: 70)
Rasulullah SAW bersabda:
“Kamu semua wajib bersikap jujur kerana kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada syurga”. (HR Ahmad, Muslim, at-Tirmizi, Ibnu Hibban)
Kejujuranlah yang menjadikan Ka’b bin Malik mendapat keampunan langsung dari langit sebagaimana Allah jelaskan dalam surah at-Taubah. Kejujuranlah yang menyelamatkan bahtera kebahagiaan keluarga dan kejujuran pulalah yang menyelamatkan seorang Muslim daripada seksa api neraka di kemudian hari.
Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlak, dan pokok kemanusiaan manusia. Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlak tidak sempurna, dan seorang manusia tidak sempurna menjadi manusia.
Di sinilah pentingnya kejujuran bagi kehidupan. Rasulullah SAW bersabda:
“Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu seakan-akan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan.” (HR Abu Dunya)
Ada tiga tingkatan kejujuran :
• Pertama, kejujuran dalam ucapan, iaitu kesesuaian ucapan dengan realiti.
• Kedua, kejujuran dalam perbuatan, iaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.
• Ketiga, kejujuran dalam niat, iaitu kejujuran tertinggi di mana ucapan dan perbuatan semuanya hanya untuk Allah.
Seorang mukmin tidak cukup hanya jujur dalam ucapan dan perbuatan, tapi harus jujur dalam niat sehingga semua ucapan, perbuatan, tindakan dan keputusan harus berlandaskan mencari keredaan Allah.
Jelaslah kejujuran memainkan peranan penting dalam kehidupan seorang Islam yang ingin mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Seorang yang jujur tidak akan berdolak-dalik apatah lagi bermain kata-kata apabila berhadapan dengan sesuatu perkara.
Jika dia berada di pihak yang benar sudah pasti dia tidak akan takut untuk menzahirkan kejujuran atas keyakinan bahawa kebenaran pasti mengalahkan kebatilan.
Kejujuran inilah yang mendorong Umar Ibnul-Khattab memiliki tanggung jawab luar biasa dalam memerintah khilafah Islamiyah sehingga pernah berkata, “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Baghdad (padahal beliau berada di Madinah), pasti Umar akan ditanya kelak: “Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?”
Bangsa yang tak henti-hentinya diterpa musibah dan krisis sangat memerlukan manusia-manusia jujur, baik dalam ucapan, perbuatan, mahupun niat.